Program kebersihan (cleaning) tidak boleh berhenti pada tahap kebersihan secara visual saja, tetapi harus berlanjut ke tahap membunuh bakteri yang masih tertinggal pada bagian tertentu suatu tempat atau peralatan. Program lanjutan ini bisa kita sebut sebagai Sanitasi (sanitation).
Program pembersihan dan sanitasi akan dapat dilaksanakan secara baik dan cepat serta dengan hasil yang sesuai harapan jika bidang/ruang (scope)-nya relatif kecil atau sederhana. Dinamika permasalahan akan timbul jika bidang/ruang (scope)-nya luas serta bervariasi.
Pemilihan suatu metode pembersihan dan Sanitasi hendaklah mencermati hal- hal berikut:
- Bersifat apakah kotoran itu , organik atau anorganik.
- Permukaan benda yang terkontaminasi kotoran tersebut.
- Luas atau banyaknya kotoran yang membebani.
- Frekuensi terjadinya kotoran itu.
- Lingkungan yang dekat dengan kotoran yang hendak dibersihkan.
Pada gilirannya kita akan menentukan metode dan atau sanitasi serta bahan pembersih seperti dibawah ini :
- Cara manual/conventional.
- Cara CIP (Cleaning In Place).
- Paduan antara cara manual dan CIP.
- Pemilihan chemical yang tepat.
Pada cara Manual ini masih dapat dibagi seperti: Scrubbing/wiping, soaking dan fogging atau kombinasi antaranya.
Penulis di sini ingin menggambarkan berdasarkan pengalaman empiris mengenai bahan pembersih (fine blend chemical) yang berbasis air (water base). Karena ada keterbatasan penggunaan water base ini -seperti pada pabrik coklat-, jadi pada pabrik coklat ini harus ada treatment khusus terutama pada ruangan produksi .
Jika kita bicara mengenai cleaning secara manual, maka langkah yang akan kita lalui adalah :
- Bilas (rinse)
- Cuci (main clean)
- Bilas akhir (final rinse)
- Sanitasi (additional sanitation)
Pada tingkat pembersihan dan sanitasi secara manual ini, kita tidak dihadapkan pada kesulitan yang berarti atau kesulitan itu menjadi relatif mudah asalkan pemilihan akan suatu bahan pembersihnya benar dan umumnya industri sudah paham dengan cara ini yakni aktivitas penggosokan/pengelapan dengan sikat dan kain.
Kesulitan yang cukup berarti akan dijumpai jika sudah masuk ke dalam program pembersihan CIP (Cleaning In Place). Pada program ini mutlak diperlukan ketepatan akan pemilihan bahan pembersih dan sanitasi, karena proses pembersihan dilakukan dengan mekanisme yang sistemetik dan tanpa disentuh oleh tangan manusia. Selain itu ada pula unsur time, temperature, chemical concentration dan mechanical action yang akan bekerja secara otomatis. Dan tidak jarang kita menjumpai tidak hanya satu jenis bahan pembersih saja yang dipakai untuk membersihkan permukaan suatu bidang.
Ada beberapa tipe dalam program CIP, antara lain:
- 3 langkah (step)
- 5 langkah (step)
- 7 langkah (step)
CIP dengan 3 Step terdiri dari
- Bilas (rinse)
- Cuci (cleaning) , dengan alkali atau acid
- Bilas akhir (final rinse )
Jika memakai CIP dengan 5 Step terdiri dari :
- Bilas (first rinse)
- Cuci (cleaning ) dengan alkali atau acid
- Bilas (intermediate rinse)
- Sanitasi (sanitize)
- Bilas (final rinse)
Sedangkan apabila menerapkan CIP dengan 7 langkah, maka akan dilakukan:
- Bilas (first rinse)
- Cuci (cleaning ) dengan alkali
- Bilas (intermediate rinse)
- Cuci (cleaning ) dengan acid
- Bilas (pre final rinse)
- Sanitasi (sanitize)
- Bilas (final rinse)
Jika kita amati dari aktifitas pembersihan dan sanitasi, baik yang memakai cara manual maupun CIP (Cleaning In Place) atau boleh juga disebut sebagai CCC (Closed Circuit Cleaning), maka sentuhan akhir pada kegiatan ini adalah sanitasi sebelum final rinse.
Pos Sanitasi akan menjadi sangat penting artinya dan juga menjadi parameter yang signifikan bagi kesempurnaan/kelengkapan suatu proses pembersihan dan sanitasi yang menjadi harapan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pemilihan suatu bahan sanitasi saat ini hendaklah dipertimbangkan dengan baik, bijak dan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
- Biodegradable
- Halal
- Tidak mengikut sertakan bahan yang tidak diperkenankan seperti formalin/formaldehyde
Adalah suatu keputusan yang tepat dan bijak jika kita beralih untuk memilih bahan sanitasi yang dikombinasi dengan chitosan.
CHITOSAN atau chitin seperti kita umumnya telah mengetahui adalah bahan yang terbuat dari extract kulit kepiting dan udang (baca Artikel Chitosan New Biotechnology Sanitizer– FOODREVIEW INDONESIA edisi Agustus 2009, hal.34 ).
Chitosan sudah mulai cukup populer dikonsumsi manusia seperti diikut sertakan pada Food Supplement, Chemistry, WWTP (Waste Water Treatment Plant), dan sebagainya. Chitosan mempunyai 2 gugus sekalian yakni disamping Gugus NH2 juga mengandung Gugus COO-. Gugus NH2 mempunyai fungsi untuk menghambat atau mencegah yeast dan mold, sedangkan Gugus COO- memperkaya fungsi tambahan yakni untuk mencegah dan membunuh bakteri Gram + (Positif) dan Gram – (Negatif).
Secara umum 2 Gugus yang dimiliki didalam kandungan chitosan saling berkolaborasi dan melengkapi dengan baik. Jika pada musim hujan dengan tingkat kelembaban suhu tertentu maka yang paling mungkin muncul secara signifikan adalah yeast dan mold, sedangkan pada peralihan musim penghujan ke musim kemarau biasanya pola dominasi mikrobiologi digantikan oleh Gram positif dan Gram Negatif seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhii.
Sumber : https://foodreview.co.id/wp/2009/12/01/prinsip-dasar-program-cleaning-sanitasi/