Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Institut Teknologi Bandung tahun ini difokuskan di Cirebon sebagai bakti ITB untuk memajukan negeri dari yang terdekat. Di Desa Kebonturi, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, diketahui mengalami krisis air yang cukup serius, khususnya pada musim kemarau.
Menurut informasi dari warga sekitar, mereka merasakan sulitnya mencari sumber air yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan. Pada beberapa kasus pemboran memang diperoleh air di kedalaman sekitar 40 meter, namun terasa asin. Kasus lainnya di kedalaman yang sama ditemukan air yang memenuhi standar baku air layak minum, hanya saja jumlahnya sedikit. Kelangkaan air ini berkaitan erat dengan kondisi geografis daerah Cirebon sebagai kawasan pesisir.
Melihat permasalahan tersebut, salah satu kelompok tema sanitasi dan air bersih KKN ITB 2022 mengimplementasikan solusi pengadaan air bersih yang diperoleh dari airtanah dangkal dekat permukaan. Air tanah dangkal dimaksud merupakan airtanah tak tertekan didapatkan pada kedalaman kurang dari 20 meter. Kelompok ini dibimbing oleh Dosen ITB yang ahli di bidangnya yaitu Dr. Eng. Very Susanto, S.T, M.T.
Proses pencarian air dimulai dari pemetaan lokasi pengeboran di daerah sawah desa untuk kemudian dilakukan pendeteksian lapisan pembawa air dengan metode geolistrik. Metode ini terbukti mampu memetakan kondisi bawah tanah yang dideteksi berdasarkan sifat resistivitas lapisan tanah dan batuan yang dilewati lintasan elektroda yang ditancap. Metode listrik yang dilakukan dibuat menjadi 4 lintasan dengan masing-masingnya sepanjang 288 meter panjang kabel. Kemudian didapatkanlah 8 variasi data kondisi tanah untuk memutuskan titik mana yang akan dibor.
Pengeboran pertama dilakukan untuk memastikan lagi apakah air akuifer yang terkandung bisa dikonsumsi atau tidak. Pengeboran ini mencapai kedalaman 38 meter selama tiga hari. Dan ternyata sesuai yang diperkirakan sebelumnya air yang didapatkan berasa sedikit asin dengan hasil pengukuran zat padat terlarut menunjukkan nilai 4000 ppm menggunakan alat TDS Electrolyzer Tester. Sedangkan agar bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga harus di bawah 1000 ppm, bahkan syarat air minum layak konsumsi dibawah 500 ppm. Walaupun secara fisik air itu tidak berwarna dan berbau, namun berdasarkan pengujian alat maka dipastikan air pengeboran pertama tidak layak pakai.
“Dari pembuktian kebenaran tersebut bahwa air pada akuifer di kedalaman 40 m di desa ini tidak layak pakai, maka kami memutuskan untuk memanfaatkan sumber air di dekat permukaan (kedalaman 12 meter) sebanyak dua sumur sebagai alternatif,” ucap Fahryan Arditama (SI’20) selaku ketua kelompok tema sanitasi dan air bersih.
Proses pencarian sumber air tidak terhenti di satu titik, namun dilakukan pengeboran kedua di titik lain yang berpotensi. Atas dasar fakta airtanah pada kedalaman 40 m berasa asin, maka pengeboran selanjutnya hanya berfokus pada airtanah dangkal yang dekat permukaan saja. Pengeboran kedua dinilai berhasil karena mendapatkan sumber air yang layak konsumsi dengan parameter kualitas airtanah berupa zat padat terlarut (TDS, total dissolve solid) sebesar 300 ppm Begitu juga pada pengeboran ketiga, air yang didapatkan memenuhi persyaratan layak minum dengan nilai TDS 400 ppm.
Setelah mendapatkan dua sumur bor yang layak pakai, sekelompok mahasiswa ini melanjutkan misi mereka dengan membangun menara penampungan air supaya bisa diakses masyarakat ketika tidak lagi memiliki cadangan air. Menara air didesain sedemikian rupa dengan perangkat lunak rekayasa infrastruktur untuk dianalisis kekuatan strukturnya. Kemudian desain tersebut direalisasikan bersama vendor bangunan setempat.
Untuk menggenapi misi mereka dalam menyediakan air bersih yang mudah diakses, kelompok ini menginstalasi perpipaan dan perpompaan yang dibutuhkan. Dimulai dari mendesain aliran perpipaan sederhana, memilih pompa sesuai spesifikasi, dan menginstalasi sumber listrik dari PLN.
Setelah tiga minggu lamanya, akhirnya proyek pengadaan air bersih ini selesai dengan berhasil membuat dua lubang sumur bor 12 meter dan menara air setinggi 4 meter dengan dua reservoir berkapasitas masing-masing 2000 liter. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar 80 rumah dalam sehari.
Semua proses ini melibatkan disiplin ilmu yang aplikatif. Terlihat sederhana, namun sangat dibutuhkan di masyarakat. Keberhasilan proyek ini terlaksana berkat kekompakan dan ketulusan hati sekelompok mahasiswa yang ingin bermanfaat bagi masyarakat juga karena arahan mentor dan dosen pembimbing yang turut membimbing setiap kemajuan yang terjadi.
Sumber : https://www.itb.ac.id/berita/detail/58863/atasi-kelangkaan-air-saat-kemarau-mahasiswa-kkn-itb-bangun-menara-air-di-desa-kebonturi-cirebon