Sanitasi lingkungan dapat menjadi penentu derajat kesehatan manusia yang tinggal dan beraktivitas di suatu tempat Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat membahayakan manusia dalam wujud peningkatan potensi penyakit menular akibat sanitasi. Perkembangan agen penyakit, seperti mikroorganisme patogen maupun vektor penyakit, seperti serangga dapat merubah status kesehatan suatu lingkungan menjadi buruk dan berimbas pada buruknya kondisi kesehatan manusia. Salah satu penyakit yang kerap kali timbul dalam kondisi sanitasi lingkungan buruk adalah diare. Diare memiliki gejala konsistensi feses yang cair dan terjadi peningkatan frekuensi buang air besar. Penyakit ini tergolong penyakit umum yang mudah dikenali dan pernah dialami setiap orang, tetapi penegakan upaya pencegahan diare belum tercapai secara maksimal (Rasyidah, 2019).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018), prevalensi diare di 34 provinsi Indonesia relatif mengalami peningkatan. Prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 4,5% menjadi 6,8% pada tahun 2018. Sedangkan, apabila dilihat dari prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala, terjadi peningkatan dari tahun 2013 sampai 2018 sebesar 1%. Usia anak-anak merupakan golongan yang paling berisiko untuk mengalami diare. Pada golongan ini, terjadi peningkatan signifikan kejadian diare menurut diagnosis tenaga kesehatan yaitu 2,4% pada tahun 2013 dan menjadi 11% pada tahun 2018. Hasil ini membuktikan bahwa keberadaan diare di Indonesia masih eksis dengan berbagai faktor risiko yang menyertainya.
Menurut Zubir dalam Rimbawati dan Surahman (2019), angka kejadian diare di Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 mengalami peningkatan cukup signifikan. Angka kejadian diare tahun 2015 adalah 6,7 per 1000 penduduk dan tahun 2016 meningkat menjadi 10,6 per 1000 penduduk. Data ini menunjukkan hasil akhir program keikutsertaan masyarakat dalam memperbaiki sanitasi sebagai upaya mencegah diare belum tercapai secara maksimal.
Penyakit diare masih menjadi penyakit dengan morbiditas dan mortalitas tinggi terutama bagi golongan berisiko, yaitu balita. Di negara berkembang, rata-rata balita berusia di bawah tiga tahun mengalami tiga episode diare setiap tahunnya. Melihat ke dalam negeri, penyakit diare menjadi momok menakutkan karena menjadi pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan perkiraan kasus kematian setiap tahun mencapai 100.000 kematian balita. Salah satu penyebab eksisnya diare di kalangan balita adalah tidak tepatnya tata laksana sanitasi, baik di rumah maupun fasilitas kesehatan yang mengarah pada mudahnya agen penyakit diare masuk ke dalam tubuh balita (Samiyati dkk., 2019).
Berdasarkan penelitian Samiyati dkk. (2019) tentang hubungan sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian diare pada balita, terdapat dua penyebab utama kejadian diare, yaitu kondisi sarana air bersih dan jamban di rumah balita tinggal. Kondisi sarana air bersih yang tidak memadai memiliki hubungan kuat dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan oleh air kotor sebagai media penyebar penyakit menular akibat terkontaminasi mikroorganisme patogen penyebab diare. Penyebab diare lainnya pada balita adalah kondisi jamban yang buruk. Kondisi jamban yang tidak sehat, seperti bahan lantai yang sulit dibersihkan, jarak jamban dengan sumber air kurang dari 10 meter, dan terdapat vektor penyakit berupa serangga menjadi faktor risiko jamban penyebab diare pada balita. Apabila kedua faktor risiko ini memengaruhi lingkungan rumah balita secara signifikan, maka kasus diare pada balita akan tetap ada.
Menilik potensi diare yang kini menghantui para balita, diperlukan upaya pencegahan sebagai bentuk perbaikan lingkungan dan perilaku untuk mencegah semakin tingginya kasus diare. Terdapat tiga upaya pencegahan, sebagai berikut (Permatasari dan Sinuraya, 2016) :
1.Perbaikan sanitasi
Dapat diwujudkan dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama pada tempat-tempat yang digunakan setiap hari untuk beraktivitas dalam rumah. Kebersihan setiap ruang bertujuan untuk meminimalisir faktor risiko yang membahayakan kesehatan keluarga, khususnya balita.
2. Peningkatan higienitas
Kepemilikan higienitas yang baik akan memengaruhi sanitasi yang baik pula. Kebersihan lingkungan akan berdampak baik pada kesehatan balita dengan minimnya faktor risiko yang mengancam kesehatan, seperti mikroorganisme penyebab diare dan penyakit lainnya. Selain itu, higienitas individu turut berkontribusi dalam pencegahan diare pada balita. Kepemilikan kebersihan yang baik pada keluarga, pengasuh, dan balita tentunya memperbaiki kesehatan mereka secara menyeluruh.
3. Ketersediaan air bersih
Pengelolaan dan penggunaan air bersih sesuai standar air untuk kegiatan dapur, toilet, atau minum harus diperhatikan dengan baik, sehingga kedua upaya sebelumnya dapat berlangsung dengan baik yang didukung sumber daya air memadai. Kepemilikan sarana sumber, pengaliran, dan pengelolaan air sangat penting untuk dijaga kebersihannya agar terbebas dari kontaminasi bahan berbahaya bagi kesehatan.
Saat ini, Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada tahun 2025 dengan terwujudnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat dengan alternatif program kesehatan mencakup semua, seperti Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program ini sebagai pendekatan untuk mencapai perubahan perilaku yang higienis dan sanitasi yang baik melalui pemberdayaan masyarakat. Program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia melalui perilaku hidup bersih dan sehat dengan meminimalkan potensi penyakit akibat sanitasi buruk (Barus dkk., 2020).
Melalui program STBM, risiko terhadap penyakit diare dapat ditekan pengaruhnya, sehingga tercipta kesehatan pencernaan yang baik pada setiap individu, khususnya balita. Peran aktif masyarakat Indonesia menjadi motor penggerak dalam menyukseskan program tersebut. Pencapaian laporan sanitasi yang baik dalam STBM harus disertai dengan kondisi nyata sanitasi dan perilaku kesehatan yang baik pula pada masyarakat sasaran.
Sumber : https://hmkm.fkunud.com/sanitasi-tepat-bagi-balita-wujudkan-upaya-preventif-diare-untuk-si-tercinta/