Banyaknya perkampungan padat serta masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki sanitasi yang sehat, membuat Kota Surabaya masih banyak memiliki kekurangan dalam penyediaan sanitasi yang sehat. Hampir lebih dari 50% kondisi sanitasi di Surabaya masih kurang sehat. Kondisi tersebut sebagian besar berada pada sejumlah kecamatan yang memiliki perkampungan padat, seperti Kecamatan Tambaksari, Kenjeran, Sawahan dan lainnya.
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, Senin (18/2) mengatakan, untuk mengejar ketertinggalan itu, Pemkot Surabaya berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan makin gencar melakukan sosialisasi dan mengalokasikan sejumlah program pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas sanitasi yang sehat. “Membaiknya kondisi sanitasi sebuah wilayah perkampungan menjadi indikasi bahwa masyarakatnya hidup dengan sehat,“ katanya.
Kepada perangkat RT, RW hingga Lurah se- Surabaya, Risma meminta agar mereka makin dekat dengan warganya dan makin giat melakukan kerja bhakti di kampungnya masing-masing, serta membangun fasilitas sanitasi yang sehat. “Sanitasi yang sehat tidak harus mahal dan mewah, namun bisa dimanfaatkan warganya dengan baik dan kebersihannya juga selalu terjaga,” ujarnya.
Dikatakannya, dengan memiliki sanitasi yang sehat masyarakat tentu akan terhindar dan berbagai penyakit yang disebabkan lingkungan kotor. Salah satu contohnya, penyakit demam berdarah yang dulunya menyerang manusia dengan ciri-ciri diawali panas yang tinggi, namun kini banyak ditemukan dengan ciri-ciri influenza terlebih dahulu. Ini membuktikan bahwa dengan ciri perubahan gejala penyakit, masyarakat harus lebih waspada yakni dengan menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Semua warga di Surabaya jangan lupa akan lima pilar sanitasi. Lima pilar sanitasi total berbasis masyarakat itu adalah tidak membuang air besar sembarangan, cuci tangan menggunakan sabun, pengelolaan air minum di rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Dalam penyediaan sanitasi yang sehat, pemkot juga menggandeng pihak swasta. Contohnya pembangunan fasilitas umum (fasum) Mandi Cuci Kakus (MCK) di Kampung RT X RW 9 Kelurahan Petemon di Jl Petemon Gang II Surabaya. Pembangunan MCK itu bertujuan untuk mengurangi kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) warga. Meski warga buang air dalam bilik WC, namun saluran pembuangannya masih tidak menggunakan septic tank. Hal ini berpotensi menimbulkan dan menyebarkan penyakit akibat sanitasi yang kurang.
Koordinator Project “High Five” Surabaya, Ratih Astati Dewi mengatakan, dari hasil penemuan High Five, meski sudah di dalam bilik, namun saluran pembuangan kotoran milik warga tidak memiliki septic tank, ini merupakan bagian dari BABS. Keterbatasan lahan selalu menjadi kendala dalam penyediaan septic tank. Mengatasi hal itu, maka perlu kiranya masyarakat memiliki Sanitasi Komunal, yakni bisa dimanfaatkan banyak rumah dalam perkampungan padat.
Data yang dimiliki “High Five” Surabaya berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia pada 2007, angka kematian balita (0-59 bulan) sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup yang salah satu penyebab utamanya adalah diare. Berbagai penyakit tersebut disebabkan sanitasi yang buruk di masyarakat. Oleh karena itu, sosialisasi tentang kebersihan sanitasi tidak boleh dihentikan sampai kapan pun.
Untuk mengatasi hal itu, kini program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) juga makin digalakkan di masyarakat. STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Program STBM memiliki indikator Outcome dan indikator Output. Indikator Outcome STBM, yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator Output STBM di antaranya setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat, setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
Selain itu, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar dan setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Sumber : https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/34228