Fungsional Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Herni Sundari, meminta Pemerintah Desa Tanjungsari agar ikut andil dalam upaya pengembangan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sanitasi komunal yang terdapat di Kampung Cirengit RW 09, Desa Tanjungsari, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, IPAL sanitasi komunal yang dikelola warga secara swadaya ini baru bisa menampung limbah domestik sebanyak 50 Kepala Keluarga (KK) dengan batas maksimal 70 KK, sedangkan total KK di RW 09 tercatat ada 257 KK. “Saya apresiasi. Bagus sudah ada terbentuk (Kelompok Swadaya Masyarakat) KSM untuk mengelola IPAL.
Cuma, saya minta Desa itu harusnya ikut andil, setidaknya melakukan pembinaan kepada masyarakatnya sendiri. Karena yang seperti ini itu harus berkelanjutan, tidak sesaat,” katanya ditemui Kompas.com, Rabu (10/8/2022). Baca juga: Cerita Warga Bandung, Buang Tinja di Pinggir Rumah hingga Bangun IPAL Sanitasi Komunal Secara Swadaya Karena Pemerintah Desa memiliki program unggulan yang juga memakan anggaran, menurutnya, pihak Desa mesti menentukan program prioritas yang disandarkan pada fungsi kebermanfaatan. “Nah, siapa tahu nanti di satu waktu memang dibutuhkan biaya operasional ketika masyarakat mungkin terkendala dalam urusan biaya, maka Desa harus hadir.
Meskipun itu juga harus dirembukkan dulu, tapi mungkin ini IPAL ini harus diutamakan,” ungkapnya. Pembangunan IPAL sanitasi komunal tesebut, lanjut Herni, bersifat jangka panjang. Selain itu juga berdampak baik terhadap penilaian pemerintah pusat kepada daerah, dalam upaya pembangunan wilayah. Tak hanya itu, dari sisi pengelolaan lingkungan dan keterjaminan kesehatan di wilayah tersebut, lanjut Herni akan sangat terjamin. “Kalau bisa yang seperti ini tuh di dukung karena perlu berkelanjutan, toh ini membantu pemerintah juga,” kata Herni. Jika menghitung dari jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kampung Cirengit sendiri mesti dibangun 4 IPAL sejenis.
Herni menyebut, dana Desa bisa digunakan untuk mereplikasi IPAL serupa dan dibangun di titik-titik yang memerlukan. Adanya, pengelolaan secara swadaya serta masyarakat yang menggunakan IPAL tersebut ditarik biaya Rp 5.000 per bulan, sambung dia, sudah lebih mempermudah pihak Desa. Baca juga: Pembangunan Sanitasi Layak di Setu Dilakukan di Tiga Kelurahan pada Tahun Ini “Masyarakat di sini itu sudah terbangun kepeduliannya, sistem sudah dibangun dengan format iuran, karena ternyata mereka juga menjaga kebersihannya, pipa saluran tetap dijaga agar bisa beroperasional gitu.
Tadi disebut, ada saringan, ada bak kontrol perlu dilihat atau dipantau kalau terjadi sesuatu,” ungkapnya. Sejauh ini, sambung Herni, Kabupaten Bandung menjadi prioritas pembangunan infrastruktur sanitasi, pasalnya hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Bandung bersentuhan langsung dengan aliran sungai Citarum. “Ada 270 Desa di Kabupaten Bandung kebetulan dilintasi Citarum, jadi kalau memang urusan sanitasi yang berhubungan dengan DAS, Kabupaten Bandung kebutuhan infrastrukturnya memang paling banyak,” kata dia. Ia berharap Desa sadar akan kebutuhan sanitasi dan mampu mengembangkan atau membantu proses pembangunan IPAL serupa. “Ini kalau Desa ikut turun bisa jadi percontohan di daerah lain, sebetulnya kalau yang saya tahu IPAL yang berbasis masyarakat itu memang sangat dibutuhkan di wilayah yang dilintasi sungai mac Citarum,” pungkasnya.
Sumber : https://bandung.kompas.com/read/2022/08/10/195610378/bappeda-jawa-barat-minta-pemerintah-desa-perhatikan-sanitasi-di-wilayahnya?page=all#page2