Buang air besar (BAB) sembarangan masih merupakan salah satu masalah dunia yang belum tuntas diatasi, termasuk di Indonesia. UNICEF melaporkan, pada 2020 masih ada 673 juta orang yang masih melakukan BAB sembarangan dan diperkirakan 367 juta anak sekolah tidak mendapat fasilitas sanitasi yang layak. Di Indonesia, sebanyak 5,86 persen rumah tangga di Indonesia masih melakukan BAB sembarangan di tempat terbuka menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Baca juga: Ini Standar Toilet Umum yang Ramah Keluarga Sementara itu, masih mengacu data dari BPS, persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki sanitasi layak adalah 80,92 persen. Kehadiran jamban, toilet, dan sanitasi layak penting untuk mencegah praktik BAB sembarangan dan menjaga kesehatan masyarakat. Di satu sisi, sanitasi layak erat kaitannya dengan ketersediaan air. Toilet dan jamban membutuhkan air untuk pembilasan. Oleh karenanya, menghadirkan jamban, toilet, dan sanitasi layak di daerah yang rawan air bersih menjadi tantangan tersendiri. Salah satu upaya mengatasi tantangan tersebut adalah toilet pengompos alias atau toilet kering atau composting toilet.
Baca juga: Sejarah Toilet dan Sanitasi Layak: Sudah Ada Sejak Ribuan Tahun Lalu Toilet pengompos Dilansir dari Conserve Energy Future, toilet pengompos tidak menggunakan air untuk pembilasan. Dalam toilet pengompos, kotoran manusia diubah menjadi kompos melalui proses biologis. Toilet pengompos terdapat bakteri dan jamur serta mikroorganisme lainnya untuk melakukan proses pengomposan. Baca juga: Ini Standar Pembuatan Toilet Publik Ramah Penyandang Disabilitas Pada toilet pengompos terdiri dari dua bagian utama yaitu tempat untuk duduk atau jongkok dan bagian pengomposan. Bagian pengomposan ini terdapat ruang pengomposan atau penyimpanan, ventilasi untuk mengeluarkan gas berbau, unit pengumpul dan pengalihan urin, dan akses keluar untuk hasil pengomposan. Dilansir dari situs web Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), salah satu bahan yang dapat menjadi pengompos kotoran adalah serbuk kayu. Serbuk kayu dapat menangkap kotoran dan mengomposnya dengan bantuan mikroorganisme tidak menimbulkan bau.
Baca juga: Sanitasi Layak: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya Hemat air Toilet pengompos merupakan suatu sistem toilet sederhana yang hemat air dan tetap higienis. Ide toilet pengompos diambil dari sistem toilet cubluk yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia. Toilet ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap pengguna. Toilet pengompos tidak memerlukan air untuk pembilasan kotoran. Sehingga, bisa menghemat air untuk dialihkan ke keperluan lain. Baca juga: Mengenal Tujuan 6 SDGs: Air Bersih dan Sanitasi Layak Hasil pengomposan kotoran dari toilet ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman. Dalam satu bilik dapat dibangun dua toilet pengompos yang bisa digunakan bergantian setiap tiga bulan untuk proses penampungan tinja dan pengomposan. Selama tiga bulan pertama, jika penampungan di toilet pengompos pertama sudah penuh, BAB bisa dilakukan di toilet kedua. Setelah tiga bulan kemudian, maka kompos dapat dipanen dan toilet bisa digunakan kembali. Begitu siklus selanjutnya.
Sumber : https://lestari.kompas.com/read/2023/06/01/180000586/mengenal-toilet-pengompos-jamban-ramah-lingkungan-hemat-air?page=all#page2