Berikut ini petikan Talk Show tentang Sanitasi Sekolah di Radio Sampang, Jawa Timur. Talk Show ini membahas berbagai aspek seputar penerapan dan pengembangan Sanitasi Sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan anak didik serta kualitas lingkungan sekolah dan sekitarnya. Ada 5 aspek yang menjadi pokok bahasan yaitu : 1. Sekilas Sejarah Millennium Development Goals (MDGs), 2. Latar belakang Sanitasi, 3. Bagaimana Standar dan Syarat Sekolah Sehat, 4.Contoh Pelatihan Higiene dan Sanitasi Sekolah, dan 5. Prinsip dan Parameter Sanitasi Kantin Sekolah. |
1 Sekilas Sejarah Millennium Development Goals (MDGs)
Indonesia, sebagaimana negara lain, akan sangat berkepentingan dengan pencapaian beberapa tujuan dengan indikator global yang telah disepakati dalam bentuk komitment Millenium Development Goals (MDGs). Sebagaimana kita ketahui, terdapat 8 tujuan dan sasaran pokok MDGs. Namun sebelum dicapai kesepakatan tersebut proses lahirnya MDGs mengalami pasang surut proses lama dan perundingan alot.
Perjalanan MDGs dimulai dengan berbagai konferensi, antara lain :
- The Specialist Conferences (1990-1995)
- Children’s Summit New York, 1990
- UN Summit on Environment &Development Rio de Ja iero,1992
- Human Rights Conference Vienna, 1993
- International Conference on Population and Development Cairo, 1994
- World Summit for Social Development Copenhagen, 1995
- World Conference on Women Beijing, 1995
- Shaping the 21st Century (IDG) OECD DAC 1996
Referensi:
- We the Peoples Koffi Annan 2000
- A Better World for All UN, OECD, IBRD, IMF, 2000
- Millennium Declaration UN, 2000
- Road Map (MDG) UN, 2001
- The Inter Agency and Expert Group 2002
Beberapa tahapan dan konferensi datas kemudian melahirkan International Development Goals, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang “a reduction by one-half in the proportion of people living in extreme poverty by 2015.
Sedangkan dalam bidang pembangunan sosial :
- Universal primary education in all countries by 2015;
- Demonstrated progress toward gender equality and the empowerment of women by eliminating gender disparity in primary and secondary education by 2005;
- A reduction by two-thirds in the mortality rates for infants and children under age 5 and a reduction by three-fourths in maternal mortality, all by 2015;
- Access through the primary health-care system to reproductive health services for all individuals of appropriate ages as soon as possible and no later than the year 2015.
Dalam bidang pembangunan lingkungan yang berkelanjutan (environmental sustainability and regeneration), “The current implementation of national strategies for sustainable development in all countries by 2005, so as to ensure that current trends in the loss of environmental resources are effectively reversed at both global and national levels by 2015”.
Sampai pada tahap diatas, jika kita perhatikan terdapat beberapa isu yang dihilangkan (hasil kompromi ?), seperti kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (Gender equality and women’s empowerment), kesehatan reproduksi (reproductive health), yang dirasa sensitif pada aspek agama dan kepercayaan (menyangkut kontrsepsi, etc),. Sementara beberapa topik muncul dan mengalami penguatan, seperti pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan (sustainable development and environment), HIV/AIDS, serta technologi.
Kemudian lahir Millennium Declaration, yang berisi antara lain : Peace, security and disarmament; Development and poverty eradication; Protecting the environment; Human rights, democracy and good governance; Protecting the vulnerable; Meeting the special needs of Africa; Strengthening the United Nations.
Secara khusus deklarasi millenium tersebut menyorot sektor pembangunan dan penghapusan angka kemiskinan (end poverty?). Beberapa kesepakatan terkait development and poverty eradication, antra lain To halve, by the year 2015, the proportion of the world’s people whose income is less than one dollar a day and the proportion of people who suffer from hunger and, by the same date, to halve the proportion of people who are unable to reach or to afford safe drinking water To ensure that, by the same date, children everywhere, boys and girls alike, will be able to complete a full course of primary schooling and that girls and boys will have equal access to all levels of education By the same date, to have reduced maternal mortality by three quarters, and under-five child mortality by two thirds,of their current rates To have, by then, halted, and begun to reverse,the spread of HIV/AIDS, the scourge of malaria and other major diseases that afflict humanity To provide special assistance to children orphaned by HIV/AIDS By 2020, to have achieved a significant improvement in the lives of at least 100 million slum dwellers as proposed in the ‘Cities without Slums’ initiative. To have, by then, halted, and begun to reverse, the spread of HIV/AIDS, the scourge of malaria and other major diseases that afflict humanity To provide special assistance to children orphaned by HIV/AIDS By 2020, to have achieved a significant improvement in the lives of at least 100 million slum dwellers as proposed in the ‘Cities without Slums’ initiative.’
Berdasarkan deklarasi millennium diatas, kemudian lahir Millennium Development Goals (MDGs), yang berisi 8 tujuan pokok :
1. Eradicate extreme poverty and hunger
2. Achieve universal primary education,/span>
3. Promote gender equality and empower women
4. Reduce child mortality
5. Improve maternal health
6. Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases
7. Ensure environmental sustainability
8. Develop a global partnership for development
Baseline yang digunakan untuk mengukur pencapaian MDGs adalah base line tahun 1990. Pertanyaan besar saat ini adalah, seberapa optimis Indonesia mampu mencapai tujuan MDGs diatas? Kemudian bagaimana nasib MDGs setelah tahun 2015 ?
2. Latar Belakang Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan. [2] [3]
Sanitasi dan air.
Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan [4]:
- Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.[4]
- Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan benar.[4]
- Biaya dan pemulihan biaya.[4]
- Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia melaporkan bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional, untuk membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan AS, menunjukkan bahwa rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk 19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18 berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[4]
- Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak. Karena itu peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.[4]
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah satu Program Nasional di bidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral. Program ini telah dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut [5]:
- Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
- Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
- Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
- Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
- Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.[5]
Sejarah, STBM mulai diuji coba tahun 2005 di 6 kabupaten (Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Muaro Jambi, dan Sambas). Sejak tahun 2006 Program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota. Saat ini, sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masing-masing. Dalam 5 tahun ke depan (2010 – 2014) STBM diharapkan telah diimplementasikan di 20.000 desa di seluruh kabupaten/ kota.[5] Latar belakang Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.[5]
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6 %.
3. Standar dan Syarat Sekolah Sehat
Pengertian umum : lingkungan sekolah adalah salah satu kesatuan lingkungan fisik, mental dan sosial dari sekolah yang memenuhi syarat-syarat kesehatan sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar dengan baik dan menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan murid secara optimal. Faktor lingkungan sekolah dapat mempengaruhi proses belajar mengajar, juga kesehatan warga sekolah. Kondisi dari komponen lingkungan sekolah tertentu dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan.
Faktor resiko lingkungan sekolah tersebut antara lain kondisi atap, dinding, lantai, dan aspek lainnya sebagai berikut :
- Kondisi atap dan talang : Atap dan talang yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan tikus. Kondisi ini mendukung terjadinya penyebaran dan penularan penyakit demam berdarah dan leptospirosis.
- Kondisi dinding : Dinding yang tidak bersih dan berdebu selain mengurangi estetika juga berpotensi merangsang timbulnya gangguan pernafasan seperti asthma atau penyakit saluran pernafasan.
- Kondisi lantai : Dinding yang tidak rata, licin dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, sedangkan lantai yang kotor dapat mengurangi kenyamanan dan estetika. Lantai yang tidak kedap air dapat menyebabkan kelembaban. Kondisi ini mengakibatkan dapat berkembang biaknya bakteri dan jamur yang dapat meningkatkan resiko penularan penyakit seperti TBC, ISPA dan lainnya.
- Kondisi tangga :Tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti kemiringan, lebar anak tangga, pegangan tangga berpotensi menimbulkan kecelakaan bagi peserta didik. Tangga yang memenuhi syarat adalah lebar injakan > 30 cm, tinggi anak tangga maksimal 20 cm, lebar tangga > 150 cm serta mempunyai pegangan tangan.
- Pencahayaan :Pencahayaan alami di ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan mendukung berkembang biaknya organisme seperti bakteri dan jamur. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. Selain itu pencahayaan yang kurang menyebabkan ruang menjadi gelap sehingga disenangi oleh nyamuk untuk beristirahat (rasting habit).
- Ventilasi : Ventilasi di ruangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan menyebabkan proses pertukaran udara tidak lancar, sehingga menjadi pengap dan lembab, Kondisi ini mengakibatkan berkembang biaknya bakteri, virus dan jamur yang berpotensi menimbulkan gangguan penyakit seperti TBC, ISPA, cacar dan lainnya.
- Kepadatan Kelas :Perbandingan jumlah peserta didik dengan luas ruang kelas yang tidak memenuhi syarat kesehatan menyebabkan menurunnya prosentase ketersediaan oksigen yang dibutuhkan oleh peserta didik. Hal ini akan menimbulkan rasa kantuk, menurunkan konsentrasi belajar dan resiko penularan penyakit. Perbandingan ideal adalah 1 orang menempati luas ruangan 1,75 M2.
- Jarak Papan tulis : Jarak papan tulis dengan murid terdepan < 2,5 meter akan mengakibatkan debu kapur atau spidol beterbangan dan terhirup ketika menghapus papan tulis, sehingga untuk jangka waktu lama akan berpengaruh terhadap fungsi paru-paru. Bila jarak papan tulis dengan murid paling belakang > 9 meter akan menyebabkan gangguan konsentrasi belajar.
- Ketersediaan tempat cuci tangan : Tangan yang kotor berpotensi menularkan penyakit. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun mampu menurunkan kejadian penyakit diare 30%. Tersedianya tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun bertujuan untuk menjaga diri dan melatih kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau sesudah buang air besar merupakan salah satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan maka setiap 2 (dua) ruang kelas harus terdapat satu wastafel yang terletak di luar ruangan.
- Kebisingan : Kebisingan adalah suara yang tidak disukai, bisa berasal dari luar sekolah maupun dari dalam lingkungan sekolah itu sendiri, suara bising dapat menimbulkan gangguan komunikasi sehingga mengurangi konsentrasi belajar dan dapat menimbulkan stress.
- Air bersih : Ketersediaan air bersih baik secara kualitas maupun kuantitas muklak diperlukan untuk menjaga hygiene dan sanitasi perorangan maupun lingkungan. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain diare, kholera, hepatitis, penyakit kulit, mata dan lainnya. Idealnya ketersediaan air adalah 15 liter/orang/hari.
- Toilet (kamar mandi, WC dan urinoir). Kamar mandi : Bak penampungan air dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, demikian juga kamar mandi yang pencahayaannya kurang memenuhi syarat kesehatan akan menjadi tempat bersarang dan beristirahatnya nyamuk. WC dan urinoir : Tinja dan urine merupakan sumber penularan penyakit perut (diare, cacingan, hepatitis ). Penyakit ini ditularkan melalui air, tangan, makanan dan lalat. Untuk perlu diperhatikan ketersediaan WC dalam hal jumlahnya. Perbandingannya adalah : 1 WC untuk 25 siswi dan 1 WC untuk 40 siswa.
- Pengelolaan sampah : Penanganan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, tikus, kecoak. Selain itu dapat juga menyebabkan pencemaran tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika. Untuk itu disetiap ruang kelas harus terdapat 1 buah tempat sampah dan di sekolah tersebut harus tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS).
- Sarana pembuangan air limbah : Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan ataupun tidak dipelihara akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan menjadi tempat perindukan dan bersarangnya tikus. Kondisi ini berpotensi menyebabkan dan menularkan penyakit seperti leptospirosis dan filariasis (kaki gajah).
- Pengendalian vector : Termasuk dalam pengertian vektor ini, terutama adalah tikus dan nyamuk.
Tikus :: tikus merupakan vektor penyakit pes, leptospirosis, selain sebagai vektor penyakit, tikus juga dapat merusak bangunan dan instalasi listrik. Hal ini meningkatkan resiko penularan penyakit dan juga menimbulkan terjadinya arus pendek pada aliran listrik.
Nyamuk : nyamuk merupakan vektor penyakit, jenis nyamuk tertentu menularkan jenis penyakit yang berbeda. Nyamuk Aedes Aegypti dapat menyebabkan demam berdarah. Anak-anak usia sekolah merupakan kelompok resiko tinggi terjangkit penyakit demam berdarah. Nyamuk demam berdarah senang berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air maupun non penampungan air. Beberapa tempat perindukan yang harus diwaspadai antara lain bak air, saluran air, talang, barang-barang bekas dan lainnya. - Kantin/warung sekolah : Kantin/warung sekolah sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk tempat memenuhi kebutuhan makanan jajanan pada saat istirahat. Makanan jajanan yang disajikan tersebut harus memenuhi syarat kesehatan, karena pengelolaan makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penyakit bawaan makanan dan berpengaruh terhadap kesehatan sehingga akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
- Kondisi halaman sekolah : Halaman sekolah pada musim kemarau akan berdebu, sehingga menyebabkan penyakit ISPA dan pada musim hujan akan menimbulkan becek sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan. Halaman sekolah Salah satu pembinaan dan pengembangan sekolah sehat adalah melalui pembinaan dan penilaian pada keadaan lingkungan fisik sekolah, peserta didik dan tenaga pendidikan, serta pada berbagai kegiatan, manajemen/organisasi serta pengaruh timbal balik antara sekolah dan masyarakat sekitarnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Berikut adalah komponen dan kriteria nilai pada aspek kesehatan lingkungan sekolah.See more at: http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/05/instrumen-penilaian-kesehatan_04.html#sthash.WQ7lZzPz.dpuf
Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
4. Contoh Pelatihan Higiene dan Sanitasi Sekolah
Sekolah adalah suatu lembaga yang mempunyai peran strategis terutama mendidik dan menyiapkan sumber daya manusia. Keberadaan sekolah sebagai suatu sub sistem tatanann kehidupan sosial, menempatkan sekolah sebagai bagian dari sistem sosial. Sekolah diharapkan dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai lembaga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang optimal dan mengamankan dari pengaruh negatif dari ingkungan sekitar.
Kebijakan dalam penyelenggaraan sanitasi dan higiene sekolah sejalan dengan kebijakan program Lingkungan Sehat, Kepmenkes Nomor 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan lingkungan di sekolah, kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) berbasis masyarakat dan Kepmenkes Nomor 582/Menkes/SK/IX/2009 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Pembinaan dan pengembangan UKS dilaksanakan melalui tiga program pokok yang meliputi
- Pendidikan Kesehatan
- Pelayanan Kesehatan
- Pembinaan Lingkungan Kehidupan Sekolah Sehat
Strategi dalam penyelenggaraan Sanitasi dan Higiene Sekolah adalah bagian dari strategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat melalui kemitraan pemerintah – swasta melalui pembinaan yang dilaksanakan secara lintas program dan lintas sektor melalui kegiatan yang terpadu dan berkesinambungan. Memperhatikan hal hal tersebut telah dilakukan Pelatihan Higiene dan Sanitasi sekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah untuk Kabupaten dan Kota Lokasi Pamsimas diselenggarakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 4 – 7 Agustus 2010 bertempat di Hotel Rawa Pening Pratama Bandungan. Pelatihan ini diikuti 30 peserta dari 30 Kabupaten dan Kota Lokasi Pamsimas.
Fasilitator pelatihan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Tim Pendidikan higiene dan sanitasi sekolah Kabupaten Klaten Pembukaan acara oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dilanjutkan dengan ramah tamah dan dinamika kelompok serta pengantar pendidikan higiene dan sanitasi sekolah. Pelatihan ini merupakan salah kegiatan Pamsimas komponen B (peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, layanan sanitasi), yang bertujuan untuk meningkatkan hidup bersih dan sehat di sekolah terutama terkait dengan stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pencegahan penyakit karena air dan sanitasi.
Harapan pelatihan ini seperti disampaikan Dr. Mardiatmo, Sp.Rad Kepala Dinas Kesehatan Provinsi adalah:
- Peserta dapat mengikuti dan menindaklanjuti pelatihan secara benar sesuai dengan tujuan kegiatan higiene dan sanitasi Komponen B
- Bekerja sama dengan fasilitator masyarakat yang berada di desa lokasi Pamsimas dalam memfasilitasi masyarakat sekolah.
- Mengintegrasikan kegiatan higiene dan sanitasi sekolah dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) sebagai bagian dari Trias UKS.
- Mengkampayekan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah. 5.Melakukan Monitoring dan pendampingan pelaksanaan kegiatan higiene dan sanitasi sekolah di desa. Seksi PL Sanitasi Kantin Sekolah
5. Prinsip dan Parameter Sanitasi Kantin Sekolah
Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian makanan, sedangkan sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan, penggangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsi kepada konsumen (Depkes, 2002).
Food Handler. Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Tentu kita juga paham, bahwa aspek sanitasi lain di sekolah akan banyak berbicara masalah lingkungan fisik secara umum, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain. Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola dan ditangani dengan baik (Mukono, 2000).
Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).
Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang sanitasi kantin, perlu kita ingatkan kembali pengertian sanitasi yang merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan (Depkes, 2001). Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi, sebagai berikut :
Bangunan
- Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.
- Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang¬barang lainnya yang dapat mencemari makanan.
Konstruksi
- Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.
- Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.
- Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.
- Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruangan.
- Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.
- Langit-langit. Permukaan rata, bersih, tidak terdapat lubang-lubang.
Fasilitas sanitasi
- Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan.
- Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air limbah tertutup.
- Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup.
- Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.
- Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang permukaanya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
- Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.
- Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.
- Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya tikus dan serangga.
Ruang dapur, ruang makan dan penyajian
- Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.
- Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi, taplak meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu kecap, sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.
Penerapan beberapa parameter diatas pada dasarnya bertujuan untuk meminimalkan faktor makanan sebagai media penularan penyakit dan masalah kesehatan. Persyaratan sanitasi tersebut juga sebagai salah satu bentuk sistem kewaspadaan dini, juga sebagai alat untuk menilai faktor resiko. Prosedur ini umum, dalam kaitan dengan hygiene dan sanitasi makanan, kita kenal sebagai system Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sistem ini pada dasarnya merupakan pendekatan yang mengidentifikasikan hazard spesifik dan tindakan untuk mengendalikannya. Yang dimaksud dengan hazard – dapat berupa agens biologis, kimiawi, atau agen fisik – pada makanan yang berpotensi menyebabkan efek yang buruk pada kesehatan.
Sumber : http://fasilitatorsanitasi.weebly.com/artikel/meningkatkan-kualitas-sanitasi-sekolah