Setiap orang atau keluarga ingin hidup sehat. Dengan kondisi fisik prima, semua pekerjaan bisa dilakukan dengan baik. Untuk mewujudkan hal itu harus dimulai dari dalam diri dan rumah tangga. Kesadaran tersebut kini subur berkembang di kalangan warga Desa Tuabatan, Kecamatan Miomaffo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Sejak dikenalkan pada program Sanitiasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Plan Indonesia melalui lima pilar, yakni stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengolahan air minum di rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga, warga merasakan manfaat yang diperoleh. Penyakit diare yang hingga 2010 menjadi bagian dari kehidupan warga setempat kini kian menjauh. Bahkan, pada 2012 tidak ada lagi warga setempat yang berjumlah 309 keluarga itu yang menjadi korban diare.
Kendati manfaatnya mulai dirasakan, kelima pilar itu tidak mampu diwujudkan seluruhnya oleh masyarakat Tuabatan yang berprofesi petani. Sebagian warga mengaku kesulitan membangun kamar kecil permanen lengkap dengan jamban. Biaya yang dibutuhkan minimal Rp 1 juta. Itu belum termasuk biaya pengadaan atap seng, pintu, serta ongkos tenaga kerja.
Namun, mengingat kamar kecil menjadi bagian dari kebutuhan hidup sehat, warga tidak kehilangan kreativitas. Contohnya, warga RT 002 RW 001 Dusun A, yang terdiri atas 22 keluarga, membuat arisan jamban. Mereka terbagi dalam dua kelompok yang setiap kelompok terdiri atas 11 keluarga.
Gotong royong
Setiap bulan masing-masing keluarga mengumpulkan Rp 50.000. Uang yang terkumpul akan digunakan membeli semen, besi beton, dan jamban. Pengumpulan pasir dan pembangunan kamar kecil dikerjakan secara gotong royong pada hari Rabu atau Kamis. Dari 22 rumah warga, kini tersisa tujuh rumah yang belum memiliki kamar kecil permanen. Ketujuh rumah itu dituntaskan paling lambat lima bulan ke depan.
”Kalau kami bangun sendiri, pasti tidak sanggup karena biayanya minimal Rp 1 juta. Kami butuh waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Karena itu, kami membuat arisan jamban. Hasilnya sangat memuaskan. Kami pun bisa memiliki kamar kecil dengan jamban sesuai standar. Hidup kami jadi lebih sehat,” kata Eduardus Lion, Ketua RT 002 Dusun A, Desa Tuabatan.
Apa yang dilakukan warga Tuabatan, menurut Camat Miomaffo Tengah Henrikus Lamawuran, menunjukkan bahwa tidak ada yang sulit dikerjakan. Jika memiliki kemauan, pasti ada jalan keluar. ”Masyarakat kita memiliki tradisi arisan dan gotong royong yang terbukti mampu membuat semua yang berat menjadi ringan. Semua yang sulit jadi gampang. Warga di Tuabatan pun sudah membuktikan itu,” ujar Lamawuran.
Menurut Isryad Hadi dari Humas Plan Indonesia, arisan jamban juga pernah dilakukan masyarakat di Grobogan, Jawa Tengah. Kesadaran akan pentingnya menghentikan kebiasaan buang air besar sembarangan membuat masyarakat Grobogan secara mandiri membangun sekitar 25.000 kamar kecil tanpa subsidi. Artinya, warga setempat telah menyumbang sekitar Rp 15 miliar untuk proyek sanitasi berbasis masyarakat.
Masyarakat Tuabatan pun telah membuktikan itu. Selain semakin sadar tentang pentingnya hidup sehat, pola pikir dan cara hidup pun ikut berubah. Semangat melakukan arisan lahir dari kesadaran tersebut.
Sumber : http://www.ampl.or.id/digilib/read/60-saat-warga-berarisan-jamban/48061