Pariwisata mensyaratkan kenyamanan lingkungan bagi wisatawan yang berkunjung. Adanya Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) yang mengelola sampah dan limbah rumah tangga melalui program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dan Tempat Pengelolaan Sampah dengan pendekatan Reduce, Reuce, dan Recycle (TPS3R) pun turut mendukung kenyamanan pariwisata.
Program IBM dirancang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) sebagai program yang bermanfaat ganda. Tak hanya tersedianya bangunan fisik, terserapnya tenaga kerja, dan partisipasi masyarakat, tapi juga terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini sangat penting terutama di daerah-daerah yang berhubungan dengan sektor pariwisata.
Hal tersebut diterapkan dengan baik oleh masyarakat Desa Tangkas, Klungkung, Bali. Sebelum menerapkan ekowisata, masyarakat membuang sampah sembarangan, baik itu di parit atau tempat lainnya. Ada juga yang mengolahnya dengan cara yang keliru yaitu dibakar.
“Kalau dulu sebelum adanya ini ada yang dibakar, ada yang kadang-kadang dibuang di parit,” ujar Kepala Desa Tangkas, Wayan Tilem.
Namun kondisi lingkungan Desa Tangkas beranjak membaik, terutama setelah KSM Dharma Winangun mensosialisasikan ekowisata, salah satunya yaitu dengan membangun TPS3R yang terkoneksi dengan kegiatan wisata.
“Jadi ekowisata ini kita bikin semacam portal di media sosial, kemudian kita pasarkan. Di portal itu ada paket-paket wisata yang kita tawarkan, antara lain wisatawan menikmati kuliner lokal, kemudian kita ajak bersih-bersih sampah plastik ke pantai,” kata Ketua KSM Dharma Winangun, I Ketut Darmawan.
“Setelah kita ajak ke pantai kita ajak ke sini (TPS3R). Sampah yang didapat di pantai itu kita bawa ke sini kita olah kemudian di sini juga kita jelaskan bagaimana penanganan sampah yang ada di TPS3R, serta bagaimana pengelolaan sampah di desa,” sambungnya.
Hal serupa pun terjadi di Boja, Kendal, Jawa Tengah yang masyarakatnya telah berhasil memanfaatkan program Sanimas. Sebelum memanfatkan Sanimas dari KemenPUPR saluran irigasi desa tersumbat sehingga air tidak bisa mengalir dengan lancar, karena kebiasaan warga yang membuang air limbah domestik dan sampah ke sungai dan irigasi.
“Akhirnya dari pemerintah desa mengajukan salah satu program yang namanya adalah Sanitasi Berbasis Masyarakat. Alhamdulillah pada 2015 kami verivikasi dan mendapat satu bantuan dari PUPR berupa satu sarana untuk sanitasi masyarakat itu tadi,” kata Kepala Desa Blimbing Sutrisno.
Kehadiran program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal membawa angin segar bagi Desa Blimbing. Sejak 2015 perubahan pun sedikit demi sedikit mulai terlihat nyata. Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat semakin meningkat yang dimotori oleh KSM Ngudi Resik.
Bahkan IPAL Komunal di Desa Blimbing mampu dimanfaatkan lebih. Lahan di atas IPAL Komunal dimanfaatkan dijadikan sebuah lapangan voli yang biasa digunakan warga untuk bermain bola voli bersama.
“Ini (lapangan bola voli) dari pengurus KSM berpikir bahwa kalau ini sudah kita buat IPAL alangkah baiknya kalau bisa kita gunakan sebagai sarana olahraga dan rekreasi,” kata Ketua KSM Ngudi Resik, Muhammad Khoirin.
Selain lapang voli, Khoirin juga menjelaskan pemanfaatan lainnya terjadi pada sungai yang sudah bersih. Sungai kini dimanfaatkan untuk tempat bermain air masyarakat, juga sebagai wahana tubing yang baru diresmikan tahun ini. Dengan demikian warga pun mengaku terbantu dan puas.
“Yang dulu-dulu sering ada yang buang air besar di sungai, buang air kecil, dengan adanya Sanimas ini sekarang sudah gak ada,” ujar salah seorang warga penerima manfaat, Rohman.
Belum selesai sampai di situ masih ada lagi daerah yang peduli terhadap kebersihan sekaligus potensi wisatanya, yaitu Desa Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Desa yang masyarakatnya banyak berprofesi sebagai nelayan ini termasuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Sebagai desa yang juga memiliki potensi wisata pantai yang besar, masyarakat Desa Tanjung Binga secara periodik sudah mulai menjalankan kegiatan bersih-bersih untuk mengedukasi warga sekaligus wisatawan yang datang agar ikut serta menjaga kebersihan lingkungan.
Awal mula masalah sampah terjadi karena masyarakat pesisir tidak punya lokasi sebagai tempat pembuangan akhir, sehingga tidak ada pilihan bagi masyarakat pesisir untuk membakar atau membuang sampahnya langsung ke laut. Hal ini berubah setelah masyarakat dikenalkan program TPS3R dari KemenPUPR.