
Sebagai antisipasi erupsi Gunung Merapi di tengah pandemi Covid-19, Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) mematangkan rencana kontingensi. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana BNPB Berton Suar Panjaitan menjelaskan, sejak 21 Mei 2018 hingga saat ini status Gunung Merapi masih berstatus Waspada dan batas aktivitas pada radius 3 kilometer dari puncak.
Skemario rencana kontingensi berdasarkan rekomendasi dari BPPTKG, menyangkut tujuh desa di tiga kecamatan di Sleman yakni Turi, Cangkringan, Pakem.
“Kemudian kami siapkan kita susun sebagai komando di Sleman penanganan Merapi ini. Karena saat situasi seperti sekarang berdampak pada kebutuhan-kebutuhan evakuasi pandemi COVID-19, di mana protokol kesehatan harus diterapkan, misal transportasi untuk evakuasi, lokasi penampungan di barak pengungsian tentu kapasitas barak akan jadi separuhnya saat era pandemi ini,” jelas Berton di sela acara pembahasan penanggulangan bencana DIJ, selasa (25/8).
Sebab jika erupsi Merapi terjadi di tengah
pandemi, lanjut Berton, maka protokol kesehatan haris tetap diterapkan untuk menghindari bencana turunannya. Menurut dia saat ini tepat untuk melakukan gladi penanganan erupsi Merapi.
“Terkait dengan sanitasi air bersih menjadi pertimbangan. Aspek-aspek ini kami simulasikan dan latih untuk mempunyai kesiapsiagaan. Kita berharap merapi menjadi sahabat yang baik bagi kita semua,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana menambahkan, rencana kontingensi disusun untuk menghadapi situasi-situasi kedaruratan di Merapi, berdasarkan rekomendasi dari BPPTKG terkait dengan bahaya 1, 2, 3, 4, dan 5. Beberapa hal yang disiapkan dalam rencana kontingensi di antaranya pola komando, logistik, lokasi barak pengungsian, proses evakuasi dan penanganan kelompok rentan.
“Nah kami yang dipakai 4 dan 5 yang berdampak pada tiga kecamatan, tujuh desa, seperti Donokerto, Wonokerto, Kecamatan Pakem, timur Kecamatan Cangkringan,” jelasnya.