*Acara National Water and Sanitation Festival di Aula Barat ITB. (Foto: Karimatukhoirin/Reporter Humas ITB)
BANDUNG, itb.ac.id – Keluarga Mahasiswa Infrastruktur dan Lingkungan (KMIL) ITB mengadakan National Water and Sanitation Festival dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia, terutama kalangan akademisi terkait dengan isu pengolahan air dan sampah. Acara tersebut diadakan di Aula Barat ITB, Sabtu (16/2/2020) dengan rangkaian acara yaitu sesi talkshow, penganugerahan hadiah kepada para pemenang lomba vidio edukasi, dan pameran karya mahasiswa.
Dalam talkshow bertemakan “Air dan Sanitasi Sebagai Penentu Kesejahteraan Manusia”, itu menghadirkan pembicara yaitu perwakilan dari Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Kementerian PUPR Ir. Prasetyo, M.Eng, Direktur Direktorat Perkotaan dan Permukiman Kementerian PPN/Bapenas Tri Dewi Virgiyanti, S.T., M.E.M., Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Ir. Yudha Mediawan, M.Dev.Plg., dan Muhammad Fariz selaku Project Executive Waste4Change.
Seperti yang telah diketahui, permasalahan sampah dan sanitasi di Indonesia masih menjadi isu kritis. Muhammad Fariz mengatakan, dalam sehari, kalau diakumulasikan jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia mencapai kurang lebih 162 ribu ton perhari atau setara dengan lima Candi Borobudur. Selain itu, dalam data yang dipaparkan Tri Dewi Virgiyanti, Indonesia masih menempati peringkat ke-131 untuk penyediaan akses air minum dan menempati peringkat ke-133 untuk penyediaan akses sanitasi. “Dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia memiliki akses air minum dan sanitasi terendah,” ujar Tri.
Permasalahan sampah dan sanitasi yang buruk ini tentunya berimplikasi pada kerusakan lingkungan hidup dan masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan data dari PUPR, sanitasi yang buruk di Indonesia berkontribusi 30% pada tingkat kematian balita. Prasetyo juga menambahkan, bahwa pengelolaan sampah dan sanitasi yang belum optimal merugikan negara sebesar 56 triliun rupiah per tahunnya. Oleh karena itu, upaya optimalisasi penanganan sampah dan sanitasi mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Pada 2015-2019, pemerintah melalui Kementerian PUPR telah membangun sedikitnya 125 unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), 163 unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), dan 176 unit Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tetapi pada aplikasinya, semua fasilitas yang telah dibangun penggunaannya masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari tingkat presentase penggunaan ketiganya. Data menunjukkan bahwa hanya 32,7% dan 10,5% dari IPAL dan IPLT yang optimal digunakan, sisanya mengalami kerusakan atau memang tidak optimal digunakan.
Untuk TPA sendiri, lebih dari 90% penggunaannya bahkan masih bersifat open dumping. Hal ini sekali lagi mengindikasikan bahwa pembangunan fasilitas semata tidak dapat menyelesaikan permasalahan sampah dan sanitasi, tetapi peran masyarakat dan pemerintah daerah terkait pengoperasiannya akan sangat berkontribusi besar. “Permasalahan sanitasi dan sampah itu memang kompleks karena bukan hanya mencakup aspek teknis, tetapi juga mencakup kesadaran masyarakat, kelembagaan, perencanaan, dan koordinasi dari seluruh pihak,” ungkap Tri.
Menurut Tri, tantangan ke depan yang akan dihadapi pemerintah terkait dengan penyediaan akses air bersih, infrastruktur sanitasi, dan pengelolaan sampah akan banyak terkait dengan tata kelola dan peningkatan kapasitas kelembagaan penyedia layanan. Selain itu, pembangunan infrastruktur harus lebih diorientasikan pada karakteristrik dan kebutuhan tiap daerah yang didukung juga oleh alokasi pendanaan yang memadai. Tak kalah penting juga, penerapan pola hidup bersih dan sehat dari masyarakat perlu dicanangkan sebagai prasyarat utama tercapainya Indonesia yang lebih baik.