Kota Yogya dan Kabupaten Sleman DI Yogyakarta, belum terbebas dari masalah buang air besar (BAB) sembarangan dan pencemaran bakteri e-coli.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Mafilindati Nuraini mengatakan, sistem sanitasi yang buruk masih menjadi masalah di beberapa daerah. Terutama, di kawasan padat penduduk yang tidak memungkinkan membuat sumur berjarak 10 meter dari pembuangan limbah.
Akibatnya, sumber air jadi lebih gampang tercemar bakteri e-coli. Hanya saja, sejauh mana tingkat pencemaran itu, pihaknya perlu melakukan kajian lebih dalam.
Dinkes Sleman juga mencatat masih ada sekitar tiga persen penduduk yang buang air besar sembarangan (BABS). Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun mengatakan, untuk mengatasi persoalan sanitasi buruk dan BABS sembarangan, pembangunan Ipal (instalasi pembuangan limbah) komunal di Sleman masih perlu diperbanyak lagi.
Hingga akhir tahun lalu, tercatat 122 unit Ipal komunal yang dibangun di desa-desa. Pembangunan Ipal-Ipal tersebut, menambah cakupan sanitasi layak di wilayah Sleman mencapai 94,34 persen.
“Masih 5,66 persen atau 12.435 KK yang memiliki sanitasi kurang layak dan pengguna jamban yang tidak aman,” katanya.
Dikatakan, Sleman menargetkan pada 2019, cakupan sanitasi layak dapat ditingkatkan menjadi 96,19 persen. Dengan program Gerakan 100 – 0 – 100 yang digulirkan pemerintah melalui rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015–2019, Pemkab terus melakukan peningkatkan kualitas permukiman dan infrastuktur, mengurangi kawasan kumuh dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
“Kami mengembangkan program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat atau Sanitasi Berbasis Masyarakat dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 86 desa. Hingga 2016, terdapat 67 desa yang mendeklarasikan setop BAB Sembarangan,” katanya.
Ipal komunal di Pendulan, dilengkapi dengan kolam filter gravel dan kolam stabilisasi. Sehingga air keluaran dari Ipal tidak mengandung polusi, selain itu ikan bisa hidup dengan baik di kolam keluaran Ipal tersebut.
Selain Ipal komunal, di Pendulan juga tersedia pengelolaan bank sampah, gerakan mitigasi adaptasi terhadap lingkungan untuk mengatantisipasi bahaya-bahaya penyakit menular.
Kepala Bidang Penanggulangan Pencegahan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DIY Elvi Efendi mengatakan, di DIY belum semua daerah bebas BABS. Misalnya Sleman dan Kota Yogya, bahkan kata dia, praktik BABS banyak ditemukan di kota.
Bahkan, dalam survei Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, 89 persen sumber air di Yogyakarta masih tercemar bakteri e-coli.
Pencemaran ini dikaitkan dengan kondisi kemiskinan dan pembangunan yang dialami masyarakat Yogyakarta, termasuk persoalan ketersediaan air bersih karena faktor lingkungan.
Padahal rata-rata rumah tangga di DIY memanfaatkan septic tank sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Rinciannya, dari sampel terdapat 75,43 persen di Kulonprogo, 85,30 di Bantul, 57,84 persen di Gunung Kidul, 85,28 persen di Sleman, 44,28 persen di kota Yogyakarta. Persentase ini menggambarkan kepadatan tempat pembuangan akhir tinja di provinsi DIY, yang jaraknya rata-rata kurang dari 10 meter per segi.