Ratusan warga Kabupaten Tangerang yang ada di kawasan Pantai Utara (Pantura) belum memiliki septiktank alias jamban di dalam rumah. Sehingga masyarakat ini masih membuang kotoran di kali, kebun dan kolam buatan. Akibatnya, pencemaran lingkungan dari kotoran manusia ini mengancam kesehatan masyarakat.
Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Tangerang, Erwin Mawandi mengatakan sampai saat ini persoalan buang air besar sembarangan (BABS) oleh masyarakat masih terjadi. Penggunaan kolam dan aliran sungai atau kali menjadi alternatif bagi warga untuk buang hajat. Bahkan, kebiasaan buruk itu terjadi sejak puluhan tahun.
”Itu karena belum semua warga punya jamban di rumah. Persoalannya program sanitasi yang layak dari Pemkab belum rata berjalan ke masyarakat pedesaan. Pilihannya menggunakan kolam buatan atau sungai,” kata Erwin, Minggu (9/12).
Data Pokja Sanitasi Kabupaten Tangerang diketahui dari 3,5 juta penduduk yang ada, sekitar 400 ribu jiwa belum memiliki jamban yang layak. Masyarakat yang belum memiliki sanitasi yang layak itu terdapat di 74 desa dari 274 desa yang ada. Adapun kawasan lingkungan warga yang tak memiliki jamban ini terdapat di bagian pesisir utara Kabupaten Tangerang yang ironisnya beberapa berada dekat Bandara Internasional Soekarno Hatta. Persoalan ini pun menimbulkan ragam serangan penyakit. Seperti, sakit perut dan diare lantaran mengkonsumsi air yang tercemar bakteri bakteri E-Colli.Baca Juga :
Menurutnya, dalam menyediakan sanitasi yang layak bagi masyarakat, Pemkab Tangerang tidak sekadar membangun insfrastruktur. Melainkan juga memberikan sosialisasi penggunaan dan kebersihan jamban atau toilet. “Karena pengetahuan mereka minim soal ini. Maklum di wilayah pesisir itu merupakan warga dari ekonomi lemah dan tidak sekolah. Ini yang sangat perlu diperhatikan, soalnya ini sudah budaya yang turun temurun BAB di kali,” ujar Erwin.
Tak sampai di sana, lanjut Erwin, usai sosialisasi tersebut itu mengena ke masyarakat, Pemkab Tangerang dapat menyediakan atau membangun toilet beserta jamban yang layak. Diikuti dengan membuat strategi sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Strategi itudimaksudkan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat berperilaku hidup sehat. “Jadi perlu kampanye dan sosialisasi dulu. Tidak bisa serta merta masuk, karena belum tentu dipakai. Karena kondisi air banyak, memang di situ mereka punya tradisi buang air besar,” paparnya.Baca Juga :
Irwan menyatakan, perhatian pembangunan sanitasi yang layak itu perlu dilakukan Pemkab Tangerang di wilayah pesisir utara. Karena, jika persoalan ini dibiarkan maka akan menggagalkan program kesehatan masyarakat yang telah dirancang. Apalagi, persoalan kesehatan ini menjadi perhatian dari pemerintah pusat.
Menyikapi itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang, Didin Samsudin mengklaim, jika pihaknya dalam lima tahun terakhir telah berusaha mengentaskan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengam membangun sanitasi. Akan tetapi pencapaian itu baru mencapai 72,8 persen warga yang memiliki akses sanitasi yang baik dari seluruh penduduk yang ada. Program ini pun menyasar ke bangunan sekolah. “Dari 1990 kami sudah mengatasi persoalan sanitasi. Tapi tidak bisa cepat, soalnya banyak yang digarap. Pembangunannya memang belum merata di seluruh desa,” tuturnya.
Selain itu Didin menambahkan, dalam lima tahun terakhir sekitar 90 persen atau 4.500 toilet beserta tangki septik individu telah dibangun. Pembangunan tersebut dilakukan atas inisiasi Dinas Kesehatan (Dinkes) serta Bappeda Kabupaten Tangerang. Namun, ganjalan dalam membangun sanitasi itu membutuhkan anggaran besar yang tak mampu dicover oleh APBD saja. “Tiap tahun anggaran membangun sanitasi ini mencapai Rp65 miliar/tahun. Cukup besar dan butuh bantuan dari APBN. Kalau hanya mengandalkan daerah saja ya prosesnya lama,” pungkasnya.